Byur.. kusiramkan air segar ke sekujur tubuhku yang rasanya
penat sekali dan penuh bekas keringat yang sudah mengering. Hmmm.. segar
sekali rasanya dan pikiranku menjadi terasa sangat ringan sehingga
mudah sekali melayang kemana-mana. Sepertinya pikiranku ini mudah sekali
memencar kesana-kemari seperti air mandiku yang memercik. Namun
sebenarnya pikiranku lebih terpusat ke satu tempat, yaitu rumahku yang
jauh disana, berjarak 12 jam perjalanan dengan menggunakan bis dari mess
tempat tinggalku sekarang.
Tak bisa dipungkiri, aku sangat rindu rumahku. Tempat berkumpulnya
Bapak, ibu dan 4 adik-adikku. Aku memang tak terbiasa jauh dari mereka.
Tak pernah sekalipun kecuali pada saat sekarang, di mana aku dengan
sedikit nekad mencoba peruntunganku dengan bekerja di perusahaan yang
bergerak di bidang tambang batubara di Samboja (1 jam dari Balikpapan).
Jauh sekali ya? Terutama dari rumahku yang berada di Banjarbaru. Padahal
waktu di Banjarbaru dulu, sebenarnya aku sudah memperoleh pekerjaan
yang lumayan, tepatnya di sebuah perusahaan penyewaan alat berat untuk
tambang batubara. Untuk itu, aku sangat tidak asing dengan dunia tambang
batubara ini. Dan karena alasan itu lah aku berani mengambil pekerjaan
yang ditawarkan teman baikku yang sekarang bekerja di perusahaan yang
sama denganku di Samboja. Ia menawarkan sebuah posisi pekerjaan yang
lumayan menggiurkan dilihat dari posisi dan salary yang ditawarkan.
Bukannya aku tidak bersyukur dengan apa yang kuperoleh ketika aku
bekerja di Banjarbaru sehingga memutuskan untuk mengambil pekerjaan yang
sekarang ini, karena terus terang saja, banyak sekali nikmat yang
kudapat dengan bekerja selama kurang lebih 5 tahun di perusahaan
penyewaan alat berat itu. Aku mampu membeli 2 buah motor yang sekarang
dipakai oleh adik-adikku. Sedangkan aku lebih suka memakai astrea
bututku yang sangat kusayangi. Tapi aku benar-benar merasa harus
mengambil kesempatan bagus ini. Kesempatan bagus kan tidak datang dua
kali.
Dan sekali lagi ku katakan, aku sayang adik-adikku. Sebagai anak
pertama, aku merasa bertanggung jawab atas mereka. Itulah sebabnya
hampir seluruh hasilku bekerjaku itu ku peruntukkan untuk adik-adikku
dibandingkan untuk keperluanku sendiri. Walaupun masih ada Bapak yang
sanggup membiayai sekolah dan jajan mereka. Tapi aku juga tak lupa
menabung untuk masa depanku. Aku sudah mulai mengkredit rumah yang
nantinya ingin ku tempati bersama seorang wanita yang akan menjadi
istriku. Entah siapa wanitu itu nantinya, karena terus terang saja, aku
tak pernah dekat dengan seorang wanitapun. Aku merasa Allah sudah
menyiapkan seorang wanita itu dan aku hanya tinggal menjemputnya saja.
Entah kapan dan di mana. Tapi aku benar-benar percaya akan hal itu.
Usai mandi, akupun bersiap untuk istirahat malam namun tiba-tiba
terdengar alunan One Last Time-nya Dream Theater dari handphoneku. Itu
tandanya telepon dari orang di rumahku, karena handphoneku sudah ku set
agar ringtones favoritku itu mengalun apabila handphoneku dihubungi oleh
nomor-nomor dari Bapak, ibu atau adik-adikku. Bergegas ku raih
handphoneku, kulihat layarnya bertuliskan ‘Bapak’ dan langsung saja ku
tekan tombol hijau itu.
“Hallo, Assalamu ‘alaikum”
“Wa alaikum Salam Nak…”
“Ada apa Pak, tiba-tiba telpon malam-malam begini? Ibu dan adik-adik sehat kan Pak?“
“Alhamdulilllah semua sehat wal ‘afiat”
“Trus Bapak udah ga sakit lagi pinggangnya?” Aku sungguh
mengkhawatirkan Bapak ku yang pinggangnya sering sakit karena syaraf
terjepit.
“Alhamdulillah sudah berkurang sakitnya. Kamu kapan pulang ke
Banjarbaru Nak? Bapak ada yang mau disampaikan, tapi ga bisa lewat
telepon”
“Minggu ini aku off Pak, jadi bisa pulang sekitar 1 minggu.
Memangnya ada hal penting apa Pak?” hatiku benar-benar gundah mendengar
perkataan Bapak.
“Sudah, kamu pulang aja dulu baru nanti kita bicarakan di rumah saja semuanya. Hati-hati nanti kalau di jalan pas pulang ya Nak”
“Iya Pak, nanti aku kabari lagi kalau aku sudah benar-benar siap pulang menuju Banjarbaru”
“Iya, Bapak tunggu. Assalamu ‘alaikum”
“Wa alaikum salam…”
Dan telpon pun ditutup. Aku merasa ada yang sedikit aneh, tak
biasanya Bapak seperti itu. Berarti hal yang mau dibicarakan ini
tentulah hal yang sangat penting. Akupun berusaha mengusir pikiran yang
aneh-aneh dan mencoba menunggu saat kepulangan saja di mana semuanya
akan menjadi jelas.
*********
Hari kepulangan pun tiba, aku sudah siap dengan oleh-oleh khas
Balikpapan seperti amplang, kuku macan dan beberapa set tupperware
titipan tante – adik ibu, yang tinggal di Balikpapan dan memang agen
tupperware – untuk ibuku yang penggila tupperware. Juga tak lupa, tiket
bis ku. Sebenarnya aku bisa saja pulang dengan pesawat dan tentu hal
tersebut akan menghemat waktu. Tapi jujur ku akui, aku punya phobia
terhadap pesawat, makanya aku lebih memilih perjalanan 12 jam dengan bis
daripada perjalanan 45 menit dengan pesawat. Ironis ya?? Tapi mau
bagaimana lagi, dinikmati sajalah. Dan aku benar-benar menikmati
perjalananku sambil teringat dengan salah satu adik perempuanku yang
punya hobby yang menurutku lucu sekali. Dan hobby itu adalah naik bis.
Dasar aneh anak satu itu. Dia pernah bilang, dia suka sekali ke
Balikpapan karena bisa naik bis selama 12 jam, dan kalau bisa, pas tiba
di Balikpapan ga usah turun dari bis nya, tapi langsung balik lagi ke
Banjarbaru naik bis lagi, biar bisa lebih lama di bis nya. Hahaha.. Itu
anak sebenarnya niat ke Balikpapan ga sih? Atau cuma pingin naik bis nya
aja? Hmmm.. mengingat adikku, aku jadi semakin kangen, tak sabar ingin
pulang ke rumah. Dan bis pun melaju terus menembus batas ruang dan
waktu, mengantarkanku ke tempat tujuan.
Sesampainya di rumah pagi itu setelah perjalanan 14 jam – agak
lambat dari biasa karena bis nya mogok di daerah Tanjung – orang-orang
rumah rusuh sekali menyambutku. Bukan rusuh menerima oleh-oleh dariku,
tapi Bapak, ibu dan adik-adikku jadi senyam-senyum ga jelas seperti ada
yang disembunyikan. Aku jadi ga ngerti dan menjadi sedikit curiga. Di
suruh Bapakku agar aku beristirahat dulu karena habis dari perjalanan
jauh. Dan aku pun menurut.
Sore hari setelah aku merasa cukup dari istirahatku, barulah Bapak
memulai pembicaraan yang dimaksud. Tak ingin membuang-buang waktu karena
waktu off ku cuma 1 minggu, sedangkan urusan yang ingin dibicarakan
Bapak ku ini adalah urusan panjang menyangkut masa depan. Aku pun
berusaha menyimak.
“Jadi begini anakku. Bapak dan ibu ini sudah tua. Bapak ingin sekali
menimang cucu.” Deg.. sampai di sini atau tepat nya baru di kalimat
awal ini, jantungku seperti berhenti berdetak demi mendengar kata-kata
Bapak.
“Bapak tau kalau selama ini kamu tidak mau beristri karena kamu
merasa kamu belum mendapatkan pekerjaan yang tetap. Tapi toh selama ini
rejeki mu lebih dari cukup untuk menikah. Kamu hanya terlalu fokus ke
adik-adikmu sampai lupa dengan dirimu sendiri. Lupa mencari pendamping.”
Sampai di sini aku hanya bisa diam. Dan Bapak ku kembali berujar,
“Bapak sudah melamarkan gadis untuk jadi istrimu, dia adalah anak
teman Bapak” Mendengar kalimat yang ini, akhirnya aku tak bisa menahan
diamku.
“Apa Pak?? Sudah dilamarkan? Kenapa Bapak tidak ngomong dulu ke aku Pak??”
“Sebenarnya belum bisa disebut lamaran juga, tapi sudah ada
pembicaraan ke arah sana. Bapak yakin dia gadis yang baik dan sebenarnya
kamu juga sudah kenal dengan dia.” Aku pun semakin penasaran
“Siapa Pak, gadis yang Bapak maksud??”
“Anak nya Pak Samsyi ketua RT kita. Si Rinda adik kelas kamu waktu
SMA dulu.” Dan pikiranku pun melayang mengingat-ingat gadis yang
dimaksud. Agak kabur memang karena masa SMU ku kan sudah 10 tahun yang
lalu dan aku memang tak begitu tau dengan tetangga sekitar rumahku
karena kami sekeluarga memang baru pindah ke komplek ini dan aku jarang
berada di rumah, lebih banyak menghabiskan waktu di Samboja-KalTim.
“Malam ini kita ke rumah Pak Samsyi ya Nak. Ibu nya Rinda pingin liat kamu.”
“Tapi Pak….” Ingin sekali aku protes
“Ga papa, cuma bertamu saja. Syukur-syukur kalau kamu merasa cocok.
Tapi kalau tidak, anggap saja bukan jodoh.” Mendengar kata-kata Bapak,
aku agak sedikit tenang dan berusaha menjalani semuanya. Ku anggap saja
ini ikhtiarku untuk menjemput jodohku dan mewujudkan keinginan kedua
orang tua ku.
*********
Malam itu, aku ke rumah Pak Syamsi dengan kedua orang tua ku untuk
bertamu. Jarak rumah kami sangat dekat, masih 1 blok. Dan kami pun
disambut dengan ramah. Ibu nya Rinda orang KalTim dan nyambung sekali
ketika bicara denganku. Beliau tau tempat-tempat di KalTim. Tapi setelah
kurang lebih setengah jam bertamu, aku belum juga melihat ada sosok
gadis yang dimaksud akan dijodohkan denganku.
Lalu tiba-tiba muncullah seorang gadis sambil membawa nampan yang
berisi minuman dan kue-kue. Gadis yang cukup manis dengan jilbab panjang
sempurna menutup rambut. Wajahnya memang tidak asing – wajah adik
kelasku dulu. Dan dia lebih banyak diam, menunduk dan kadang-kadang
tersenyum manis sekali.
Dari orang tuanya, aku mengetahui bahwa ia berprofesi sebagai guru
TK Al Qur’an. Aku pun tak bisa memungkiri kalau aku sedikit terpesona
dengannya. Dan ujung-ujungnya kami saling bertukar nomor handphone agar
bisa saling mengenal satu sama lain. Hanya seperti itulah perkenalan
kami yang dilanjutkan sms untuk mengenal pribadi masing-masing dan
sesekali bersilaturahmi lewat pembicaraan via telepon.
Melihat reaksiku yang positif, Bapak tidak menyia-nyiakan
kesempatan. Beliau kali ini benar-benar serius ingin menikahkanku. Dan
akupun merasa ini memang sudah saatnya untukku menyempurnakan separuh
agamaku.
14 Agustus 2008 adalah hari yang dipilih untuk hari pernikahanku.
Tapi yang sungguh mengejutkan dan sungguh sesuatu yang diluar dugaan
adalah, adanya laki-laki baik-baik Sarjana Agama jurusan dakwah yang
tiba-tiba melamar adik perempuanku yang no 2, dan proses lamaran itu
berlangsung sangat cepat. Cuma satu minggu perkenalan dan tanggal
pernikahan pun segera ditetapkan, berdekatan dengan tanggal
pernikahanku. Satu yang kusadari, jodoh memang tak kemana. Kalau sudah
jodoh maka sesuatu yang tak mungkin pun bisa menjadi sangat mungkin.
Adikku dilamar oleh Paman murid ajarnya. Rupanya murid adikku itu senang
dengan adikku dan merasa kalau adikku akan sangat cocok apabila
dijodohkan dengan Pamannya yang sedang mencari istri. Perkenalanpun
dilakukan dan pertemuan pun hanya sekali dilakukan. Kedua belah pihak
langsung setuju. Adikku akan menikah dengan laki-laki pilihannya pada
tanggal 19 Agustus 2008.
Benar-benar rejeki Allah itu tak terkira. Bapak dan ibuku yang hanya
mengharapkan salah satu anaknya bisa menikah, kini malah dilipatkan
Allah rejeki tersebut. Dua anak beliau kini akan menyempurnakan separuh
agamanya. Bukankah ini merupakan kado teristimewa yang tak terlupakan
bagi Bapak dan Ibu di hari milad mereka? Ibu milad pada tanggal 17
Agustus, sedangkan Bapak pada tanggal 18 Agustus. Duhai Allah… Maka
nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar Rahmaan : 13).
Bulan Agustus 2008, bulan tak terlupakan sepanjang hidupku.
*********
“Begitupun dengan aku. Aku benar-benar merasa bulan Agustus 2008
adalah bulan yang tak terlupakan. Bulan di mana aku merasa sangat
nelangsa. Aku tak berhadir di pernikahan dua orang kakak yang sangat
kucintai, karena aku berada di jarak hampir 1000 km dari rumahku. Atau
tepatnya aku berada di ibukota Indonesia, mencoba meraih mimpiku dengan
mengorbankan mimpi yang lain. Aku tak berhadir di pernikahan dua orang
kakakku.
Malam 14 Agustus 2008, malam di mana kakak pertamaku melangsungkan
akad nikah di mesjid Al Ikhlas, aku menangis sendirian sambil
memanjatkan doa kepada Allah. Mendoakan agar pernikahan kakak ku
berlangsung lancar dan menjadi pernikahan yang sakinah mawaddah wa
rahmah.
Begitu juga dengan pagi 19 Agustus 2008, aku kembali menangis dari
jauh. Tak bisa berhadir di pernikahan kakakku yang no 2. Sambil terus
berdoa untuk kebaikan kedua mempelai dan pernikahannya.
Setelah 2 minggu berada di Jakarta dengan hasil gagal meraih mimpi,
aku pun pulang ke Banjarbaru. Dan tetap di sambut keluarga dengan
hangatnya tanpa ada yang menyalahkan. Semua rasa sedihku tergantikan
oleh bahagia melihat kebahagiaan dua orang kakakku.“
-Based on true story-
Rabu, 23 Desember 2009
Jumat, 18 Desember 2009
Invisible one..
Kau ada di genggaman tanganku, erat ku pertahankan. Tp ku tak boleh trlalu erat menggenggammu, takut kau hancur di tanganku. Juga tak boleh terlalu longgar, karena takutnya nanti kau akan meluncur, lepas dari genggamanku.
Ku bawa kau ke mana ku melangkah. Dan bukan pada saat melangkah saja, tp pada saat ku berlari, kau tetap kupertahankan dalam genggamanku. Bagaimanapun caranya, kau akan kupertahankan.
Aku lbh suka terjatuh, luka, lalu berdarah asal kau tetap di genggamanku, drpd aku baik-baik saja tapi kau lenyap - hilang dlm genggamanku.
Tp sayangnya, aku tak pernah tau apa yg ku genggam. Melihatmu saja aku tak pernah. Tp skali lagi, aku tetap suka kau berada dalam genggamanku. Titik.
Kau terlalu istimewa
Ku bawa kau ke mana ku melangkah. Dan bukan pada saat melangkah saja, tp pada saat ku berlari, kau tetap kupertahankan dalam genggamanku. Bagaimanapun caranya, kau akan kupertahankan.
Aku lbh suka terjatuh, luka, lalu berdarah asal kau tetap di genggamanku, drpd aku baik-baik saja tapi kau lenyap - hilang dlm genggamanku.
Tp sayangnya, aku tak pernah tau apa yg ku genggam. Melihatmu saja aku tak pernah. Tp skali lagi, aku tetap suka kau berada dalam genggamanku. Titik.
Kau terlalu istimewa
Langganan:
Postingan (Atom)