Tampilkan postingan dengan label my fiction. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label my fiction. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 29 Mei 2010

Kisah Cinta (story version)

Aku adalah orang yang akan berjuang memperjuangkan apa yang aku inginkan termasuk untuk seseorang yang aku cintai.
Tapi ketika seseorang yang aku cintai tersebut tak perduli dengan perjuanganku bahkan menganggapnya sesuatu yang sama sekali tak mempunyai arti, maka sampailah aku di titik di mana aku merasa perjuangan ini sudah cukup...


************

"Oi Nad... Ngapain lo masih aja di depan komputer? Istirahat yuk, gw lapar nih..." Maya temanku ribut banget kalau udah jam 12 teng kayak gini. Benar-benar mengganggu konsentrasiku untuk memusatkan pikiranku pada sebuah kegiatan yang teramat sangat penting untuk hidupku.

"Bentar lagi May, tanggung..." ucapku tanpa sedikitpun mengalihkan pandanganku dari layar komputer di depanku.

"Tanggung apaan sih?" kali ini Maya benar-benar tak sabaran

"Oalah, dia chatting ternyata. Gw pikir lo ngerjain tugas kantor. Udah.. udah... Buruan kita istirahat!!!" Maya pun tak segan menarik tanganku yang sedari tadi asyik memainkan jari di atas keyboard.

"Duh, bentar lagi May. Aku benar-benar ga bisa nunda ini. Lo duluan aja ke kantinnya, ntr gw nyusul. Oke?" berharap Maya mengerti dan mau menuruti kata-kataku.

"Ya udah deh. Gw duluan ya.. Abis udah lapar berat nih.."

"Iya.. Iya.. Pesanin aja gw makanan kayak biasa, ntar gw nyusul"

Maka lanjutlah aku dengan kegiatanku. Konsentrasiku kembali kukumpulkan. Bukan hanya konsentrasi, aku bahkan menyusun sebongkah keberanian. Keberanian untuk melanggar komitmenku. Ya, hari ini aku putuskan untuk melanggar komitmen yang selama ini aku pegang selama 23 tahun aku menjalani kehidupan. Komitmen yang terpatri dalam diriku bahwa aku tak akan pernah mengungkapkan perasaan suka ku kepada cowok walaupun aku suka setengah mati terhadap cowok itu. Tapi hari ini, komitmen itu benar-benar aku putuskan untuk ku langgar saja.

Putra, adalah nama laki-laki yang berhasil membuatku mengambil keputusan itu. Dan keputusan ini kuambil tentu bukan tanpa alasan. Kali ini aku merasa Putra perlu tau dengan apa yang aku rasakan selama ini. Dan tujuannya bukan untuk mendapatkan balasan yang sama, kendati tak ku ingkari kalau aku akan sangat bahagia andai hal itu benar-benar menjadi kenyataan. Tapi, ini lebih kepada aku menginginkan kepada sebuah perubahan keadaan. Karena keadaanku yang memendam seperti sekarang ini adalah keadaan paling menyiksa sepanjang hidupku. Aku ingin lega, meski lega itu mungkin akan berkawan dengan kecewa seandainya saja Putra ternyata tak ada 'perasaan' terhadapku. Tapi kupikir, ini akan jauh lebih baik daripada aku harus menebak-nebak perasaannya seperti saat ini yang besar kemungkinan aku bisa saja salah dalam menebak.

Dan dengan segenap kenekadan yang aku punya, maka aku pun mengungkapkan semua isi hatiku.

nadya28: Lo tau ga Put, kalau sebenarnya gw lagi suka sama satu cowok.

poetra_indonesia: Oh ya?? wah, gw baru tau kalo lo bisa juga naksir cowok. :)

nadya28: Ya iya lah bisa.. Lo pikir gw abnormal??

poetra_indonesia: Yaaa... kirain... :p

nadya28: hmmmm....

poetra_indonesia: hmmm (juga).. :p

poetra_indonesia: tapi gw pnasaran nih Nad. emang siapa cowok yang bisa bikin lo naksir? gw kenal ga?

nadya28: hmm.. kenal..

poetra_indonesia: oh ya?? waduh.. sapa ya?? koq gw bisa ga tau gini ya, padahal kita kan lmyn deket

nadya28: lo kenal baik Put, bahkan teramat sangat baik

poetra_indonesia: walah.. tambah pnasaran nih gw... emang siapa sih??

nadya28: hmmm.. emang penting ya bwt lo tau siapa cowok yg gw suka?

poetra_indonesia: Penting lah... Sepenting gosip-gosip di infotainment gitu. Lo kan artis Nad.. :))

nadya28: sialan... gw serius nih..

poetra_indonesia: upss.. iya iya.. gw canda doank tadi..

poetra_indonesia: emang sapa sih??

nadya28: lo ga mau nebak dulu??

poetra_indonesia: lo bilang tadi gw kenal baik sama tu cowok, berarti lo naksir Ardi ya?? Wew.. ga heran sih..

nadya28: Ardi?? Lo koq bisa ngira kalau cowok itu Ardi?

poetra_indonesia: secara Ardi satu-satunya best friend gw n dia kan atlet basket plus tajir pula. Gw ga heran sih kalo lo naksir dy :D

nadya28: sayangnya tebakan lo salah. dasar payah.. :p

poetra_indonesia: trus sapa donk?? gw malas main tebak2an nih..

nadya28: gw emang lagi ga pingin main tebak-tebakan koq

nadya28: gw cuman mau ngungkapin perasaan gue koq...

nadya28: biar lega.. :D

poetra_indonesia: maksud lo??

nadya28: gw suka nya sama lo Put.

poetra_indonesia: gw?? ga salah lo??

nadya28: ga...

poetra_indonesia: tapi gw kan cuma cowok biasa yang ga ada sesuatu yang luar biasa pada diri gw.

nadya28: hmm.. gw jg ga tau. mungkin bener lo cuma cowok biasa dan suka nya gw mungkin di 'biasa' nya lo itu

nadya28: tapi gw ga bakalan maksain lo buat punya perasaan yang sama seperti yg gw rasa. Gw hanya pingin lo tau.

poetra_indonesia: trus??

nadya28: ya ga ada terusannya. kalaupun mau diteruskan, itu semua tergantung lo

nadya28: dan kalau ga pun, gw harap ga ada yang berubah

nadya28: kita tetap teman

poetra_indonesia: emmm.. udah jam istirahat nad

poetra_indonesia: gw makan siang dl ya

nadya28: iya

nadya28: gw juga mau makan, udah ditungguin maya

poetra_indonesia: c u nad

nadya28: c u



dan chatting pun usai dengan ending yang menurutku sama sekali ga jelas. Tapi akal sehatku berusaha untuk menjelas-jelaskannya bahwa sebenarnya Putra tak ada 'perasaan' sama sekali terhadapku. Kalau ada, tentu ia tak akan langsung menyudahi chatting seperti tadi. Tapi sudahlah... Yang jelas aku lega sudah mengeluarkan semuanya. Kini aku merasa terbebaskan dari semua perasaan yang selama ini seperti membelenggu jiwaku.


*******


Tiga tahun setelah pengungkapan perasaanku pada Putra, akupun akhirnya sampai di titik ini di mana aku akan mengundang kerabat, teman, dan handai taulanku untuk bisa menghadiri acara pernikahanku dengan seorang pria yang sebentar lagi akan menjadi jodohku. Ia adalah teman sekantorku. Bersamanya, aku akan mulai merajut hidup yang tentu saja kuharapkan bahagia. Tak ketinggalan aku turut mengundang Putra. Surat undangan yang hanya bisa kulayangkan via email mengingat sekarang Putra berada di luar negeri mengikuti ayahnya yang bekerja di sana.

Tak berapa lama setelah email berhasil aku sending kepada Putra, hape ku berdering nyaring sekali. Sebuah nomor asing dengan kode +48 di depannya. Kode luar negeri. Kode Polandiakah?? Karena setauku, kenalanku yang sekarang berada di luar negeri hanyalah Putra dan sekarang ia memang berada di Polandia.

"Hallo" ragu-ragu aku mengawali pembicaraan telpon

"Hallo Nad. Ini gw Putra" sahut suara di ujung sana

"Putra... Apa kabar Put? Sehat? Udah terima emailku?" kaku sekali aku bicara pada Putra, mungkin karena memang sudah lama kami tak saling bertukar kabar. Mungkin sekitar setahun, tepat setelah ia berangkat ke luar negeri.

"Udah dan jujur gw ga suka"

"Maksud kamu?"

"Gw ga suka lo nikah sama orang lain karena sebenarnya gw sebenarnya suka sama lo dan lo juga suka kan sama gw?? Lo pernah bilang kan kalau lo suka sama gw?"

"Iya Put. Tapi itu kan dulu dan bukannya kamu ga pernah bilang kalau kamu juga punya perasaan yang sama. Ga pernah kan?? Lalu apa aku salah ketika aku mengartikan diam mu sebagai jawaban 'tidak ada perasaan' terhadapku?" nada bicaraku tiba-tiba berubah naik alih-alih gemetar karena aku benar-benar emosi. Bagaimana tidak, setelah semuanya, setelah perjuanganku mengumpulkan segenap keberanian yang ku punya untuk melanggar sebuah komitmen yang selama ini aku pegang teguh. Dan Putra diam saja. Lalu kini tiba-tiba ia berkata ia juga punya perasaan itu. Ah... Tak adil!!! Putra benar-benar sudah tak adil padaku.

"Maafin gw Nad. Gw yang salah. Tapi entahlah... Gw punya alasan Nad.."

"Alasan?? Sekuat apapun alasanmu kupikir tak akan mampu untuk mengubah jalan yang akan aku tempuh"

"Justru itu Nad. Karena jalan itu belum lo tempuh, hanya baru 'akan' lo tempuh, gw pikir masih ada kesempatan, maka gw memberanikan diri untuk melanggar komitmen gw."

"Komitmen??"

"Ya!!! Selama ini gw selalu menanamkan di dalam diri gw bahwa gw tak akan menyatakan perasaan gw terhadap wanita yang gw sukai kalau gw merasa belum mampu untuk bisa melamarnya. Belum mampu untuk bisa menikahinya secara lahir maupun batin. Itu alasan gw Nad... Sebenarnya gw juga punya perasaan yang sama Nad, gw juga suka lo. Gw bahagia sekali ketika tau kalau lo juga suka sama gw. Gw pikir lo bakalan nunggu gw sampai gw siap. Dan sekarang gw siap Nad. Gw udah ngatur rencana kepulangan gw ke tanah air buat ngelamar lo, sampai gw baca email barusan yang lo kirim yang bikin gw hampir pingsan..."

Kraaakkk... Sepertinya hatiku patah berkeping-keping. Kali ini sakit. Aku merasa sebaiknya Putra tak usah memberitahuku kenyataan yang sungguh-sungguh membuatku ingin menangis.

"Nad..."

"Nad, lo masih di situ kan?"

"Masih..." gemetar suaraku

"Maaf Nad, gw ga bermaksud nyakitin lo. Maaf... Gw pingin ngejelasin semuanya sebelum semuanya terlambat"

"Semuanya udah terlambat Put"

"Belum Nad, lo kan belum nikah"

"Tapi undangan sudah terlanjur disebar Put.. Ini semua benar-benar sudah terlambat"

"Nad.. Please..."

"Please apa Put?? Seandainya aja kamu bilang waktu itu kalau kamu juga punya perasaan yang sama. Seandainya aja kamu dulu bilang ke aku buat nunggu, maka aku akan nunggu kamu Put sampai di batas kemampuan aku" Kali ini tanpa bisa menahannya lagi, air mata itu keluar deras mengiringi setiap kata-kata kecewaku pada Putra.

"Maaf Nad... Kita perbaiki semuanya, masih bisa kan?"

"Ga!!! Maaf banget Put. Aku udah ga bisa membalikkan arahku, terlalu banyak hati yang akan aku sakiti dan aku tidak lah seegois itu"

"Tapi Nad.. Demi kebahagiaan kita..."

"Ga Put, aku ga akan pernah bahagia di saat ada hati yang tersakiti oleh kebahagiaanku. Kamu carilah wanita baik-baik. Temukan ia, dan jadikan ia satu-satunya wanita yang kamu cintai. Aku sudah menemukan ia, pria yang akan kujadikan satu-satunya pria yang akan aku cintai seumur hidupku"

"Nad.. Jujur gw sedih tapi gw lebih sedih lagi kalau lo ga bahagia. Semoga pernikahan lo lancar Nad, mungkin gw ga bisa berhadir, maaf... Tapi gw selalu doain lo."

"Thanks Put. Ini lebih baik. Selamanya kita teman. Ok?"

"Ok Nad.. Doain gw juga ya biar cepet dapet wanita yang harusnya lebih baik dari lo. hehehe..."

"Iya.. gw doain.. Lo pasti bisa Put"

"Thanks Nad. Hope this is the best for us"

"Ya.. Pasti.."


Dan klik.. Sambungan telepon pun aku putuskan... Tak ingin memperpanjang masalah yang menurutku sudah selesai.
Sungguh rejeki, jodoh dan maut sudah ada Yang mengatur. Aku percaya sekali akan hal itu. Dan kini sebentar lagi jodohku akan sampai. Jodoh yang kuharapkan akan membawaku ke dalam kehidupan yang bahagia dunia dan akhirat.



18052010 11.27 PM (jam laptop :D)

Rabu, 23 Desember 2009

Kado teristimewa...

Byur.. kusiramkan air segar ke sekujur tubuhku yang rasanya penat sekali dan penuh bekas keringat yang sudah mengering. Hmmm.. segar sekali rasanya dan pikiranku menjadi terasa sangat ringan sehingga mudah sekali melayang kemana-mana. Sepertinya pikiranku ini mudah sekali memencar kesana-kemari seperti air mandiku yang memercik. Namun sebenarnya pikiranku lebih terpusat ke satu tempat, yaitu rumahku yang jauh disana, berjarak 12 jam perjalanan dengan menggunakan bis dari mess tempat tinggalku sekarang.

Tak bisa dipungkiri, aku sangat rindu rumahku. Tempat berkumpulnya Bapak, ibu dan 4 adik-adikku. Aku memang tak terbiasa jauh dari mereka. Tak pernah sekalipun kecuali pada saat sekarang, di mana aku dengan sedikit nekad mencoba peruntunganku dengan bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang tambang batubara di Samboja (1 jam dari Balikpapan). Jauh sekali ya? Terutama dari rumahku yang berada di Banjarbaru. Padahal waktu di Banjarbaru dulu, sebenarnya aku sudah memperoleh pekerjaan yang lumayan, tepatnya di sebuah perusahaan penyewaan alat berat untuk tambang batubara. Untuk itu, aku sangat tidak asing dengan dunia tambang batubara ini. Dan karena alasan itu lah aku berani mengambil pekerjaan yang ditawarkan teman baikku yang sekarang bekerja di perusahaan yang sama denganku di Samboja. Ia menawarkan sebuah posisi pekerjaan yang lumayan menggiurkan dilihat dari posisi dan salary yang ditawarkan.
Bukannya aku tidak bersyukur dengan apa yang kuperoleh ketika aku bekerja di Banjarbaru sehingga memutuskan untuk mengambil pekerjaan yang sekarang ini, karena terus terang saja, banyak sekali nikmat yang kudapat dengan bekerja selama kurang lebih 5 tahun di perusahaan penyewaan alat berat itu. Aku mampu membeli 2 buah motor yang sekarang dipakai oleh adik-adikku. Sedangkan aku lebih suka memakai astrea bututku yang sangat kusayangi. Tapi aku benar-benar merasa harus mengambil kesempatan bagus ini. Kesempatan bagus kan tidak datang dua kali.
Dan sekali lagi ku katakan, aku sayang adik-adikku. Sebagai anak pertama, aku merasa bertanggung jawab atas mereka. Itulah sebabnya hampir seluruh hasilku bekerjaku itu ku peruntukkan untuk adik-adikku dibandingkan untuk keperluanku sendiri. Walaupun masih ada Bapak yang sanggup membiayai sekolah dan jajan mereka. Tapi aku juga tak lupa menabung untuk masa depanku. Aku sudah mulai mengkredit rumah yang nantinya ingin ku tempati bersama seorang wanita yang akan menjadi istriku. Entah siapa wanitu itu nantinya, karena terus terang saja, aku tak pernah dekat dengan seorang wanitapun. Aku merasa Allah sudah menyiapkan seorang wanita itu dan aku hanya tinggal menjemputnya saja. Entah kapan dan di mana. Tapi aku benar-benar percaya akan hal itu.

Usai mandi, akupun bersiap untuk istirahat malam namun tiba-tiba terdengar alunan One Last Time-nya Dream Theater dari handphoneku. Itu tandanya telepon dari orang di rumahku, karena handphoneku sudah ku set agar ringtones favoritku itu mengalun apabila handphoneku dihubungi oleh nomor-nomor dari Bapak, ibu atau adik-adikku. Bergegas ku raih handphoneku, kulihat layarnya bertuliskan ‘Bapak’ dan langsung saja ku tekan tombol hijau itu.

“Hallo, Assalamu ‘alaikum”
“Wa alaikum Salam Nak…”
“Ada apa Pak, tiba-tiba telpon malam-malam begini? Ibu dan adik-adik sehat kan Pak?“
“Alhamdulilllah semua sehat wal ‘afiat”
“Trus Bapak udah ga sakit lagi pinggangnya?” Aku sungguh mengkhawatirkan Bapak ku yang pinggangnya sering sakit karena syaraf terjepit.
“Alhamdulillah sudah berkurang sakitnya. Kamu kapan pulang ke Banjarbaru Nak? Bapak ada yang mau disampaikan, tapi ga bisa lewat telepon”
“Minggu ini aku off Pak, jadi bisa pulang sekitar 1 minggu. Memangnya ada hal penting apa Pak?” hatiku benar-benar gundah mendengar perkataan Bapak.
“Sudah, kamu pulang aja dulu baru nanti kita bicarakan di rumah saja semuanya. Hati-hati nanti kalau di jalan pas pulang ya Nak”
“Iya Pak, nanti aku kabari lagi kalau aku sudah benar-benar siap pulang menuju Banjarbaru”
“Iya, Bapak tunggu. Assalamu ‘alaikum”
“Wa alaikum salam…”
Dan telpon pun ditutup. Aku merasa ada yang sedikit aneh, tak biasanya Bapak seperti itu. Berarti hal yang mau dibicarakan ini tentulah hal yang sangat penting. Akupun berusaha mengusir pikiran yang aneh-aneh dan mencoba menunggu saat kepulangan saja di mana semuanya akan menjadi jelas.

*********

Hari kepulangan pun tiba, aku sudah siap dengan oleh-oleh khas Balikpapan seperti amplang, kuku macan dan beberapa set tupperware titipan tante – adik ibu, yang tinggal di Balikpapan dan memang agen tupperware – untuk ibuku yang penggila tupperware. Juga tak lupa, tiket bis ku. Sebenarnya aku bisa saja pulang dengan pesawat dan tentu hal tersebut akan menghemat waktu. Tapi jujur ku akui, aku punya phobia terhadap pesawat, makanya aku lebih memilih perjalanan 12 jam dengan bis daripada perjalanan 45 menit dengan pesawat. Ironis ya?? Tapi mau bagaimana lagi, dinikmati sajalah. Dan aku benar-benar menikmati perjalananku sambil teringat dengan salah satu adik perempuanku yang punya hobby yang menurutku lucu sekali. Dan hobby itu adalah naik bis. Dasar aneh anak satu itu. Dia pernah bilang, dia suka sekali ke Balikpapan karena bisa naik bis selama 12 jam, dan kalau bisa, pas tiba di Balikpapan ga usah turun dari bis nya, tapi langsung balik lagi ke Banjarbaru naik bis lagi, biar bisa lebih lama di bis nya. Hahaha.. Itu anak sebenarnya niat ke Balikpapan ga sih? Atau cuma pingin naik bis nya aja? Hmmm.. mengingat adikku, aku jadi semakin kangen, tak sabar ingin pulang ke rumah. Dan bis pun melaju terus menembus batas ruang dan waktu, mengantarkanku ke tempat tujuan.
Sesampainya di rumah pagi itu setelah perjalanan 14 jam – agak lambat dari biasa karena bis nya mogok di daerah Tanjung – orang-orang rumah rusuh sekali menyambutku. Bukan rusuh menerima oleh-oleh dariku, tapi Bapak, ibu dan adik-adikku jadi senyam-senyum ga jelas seperti ada yang disembunyikan. Aku jadi ga ngerti dan menjadi sedikit curiga. Di suruh Bapakku agar aku beristirahat dulu karena habis dari perjalanan jauh. Dan aku pun menurut.
Sore hari setelah aku merasa cukup dari istirahatku, barulah Bapak memulai pembicaraan yang dimaksud. Tak ingin membuang-buang waktu karena waktu off ku cuma 1 minggu, sedangkan urusan yang ingin dibicarakan Bapak ku ini adalah urusan panjang menyangkut masa depan. Aku pun berusaha menyimak.
“Jadi begini anakku. Bapak dan ibu ini sudah tua. Bapak ingin sekali menimang cucu.” Deg.. sampai di sini atau tepat nya baru di kalimat awal ini, jantungku seperti berhenti berdetak demi mendengar kata-kata Bapak.
“Bapak tau kalau selama ini kamu tidak mau beristri karena kamu merasa kamu belum mendapatkan pekerjaan yang tetap. Tapi toh selama ini rejeki mu lebih dari cukup untuk menikah. Kamu hanya terlalu fokus ke adik-adikmu sampai lupa dengan dirimu sendiri. Lupa mencari pendamping.” Sampai di sini aku hanya bisa diam. Dan Bapak ku kembali berujar,
“Bapak sudah melamarkan gadis untuk jadi istrimu, dia adalah anak teman Bapak” Mendengar kalimat yang ini, akhirnya aku tak bisa menahan diamku.
“Apa Pak?? Sudah dilamarkan? Kenapa Bapak tidak ngomong dulu ke aku Pak??”
“Sebenarnya belum bisa disebut lamaran juga, tapi sudah ada pembicaraan ke arah sana. Bapak yakin dia gadis yang baik dan sebenarnya kamu juga sudah kenal dengan dia.” Aku pun semakin penasaran
“Siapa Pak, gadis yang Bapak maksud??”
“Anak nya Pak Samsyi ketua RT kita. Si Rinda adik kelas kamu waktu SMA dulu.” Dan pikiranku pun melayang mengingat-ingat gadis yang dimaksud. Agak kabur memang karena masa SMU ku kan sudah 10 tahun yang lalu dan aku memang tak begitu tau dengan tetangga sekitar rumahku karena kami sekeluarga memang baru pindah ke komplek ini dan aku jarang berada di rumah, lebih banyak menghabiskan waktu di Samboja-KalTim.
“Malam ini kita ke rumah Pak Samsyi ya Nak. Ibu nya Rinda pingin liat kamu.”
“Tapi Pak….” Ingin sekali aku protes
“Ga papa, cuma bertamu saja. Syukur-syukur kalau kamu merasa cocok. Tapi kalau tidak, anggap saja bukan jodoh.” Mendengar kata-kata Bapak, aku agak sedikit tenang dan berusaha menjalani semuanya. Ku anggap saja ini ikhtiarku untuk menjemput jodohku dan mewujudkan keinginan kedua orang tua ku.

*********

Malam itu, aku ke rumah Pak Syamsi dengan kedua orang tua ku untuk bertamu. Jarak rumah kami sangat dekat, masih 1 blok. Dan kami pun disambut dengan ramah. Ibu nya Rinda orang KalTim dan nyambung sekali ketika bicara denganku. Beliau tau tempat-tempat di KalTim. Tapi setelah kurang lebih setengah jam bertamu, aku belum juga melihat ada sosok gadis yang dimaksud akan dijodohkan denganku.
Lalu tiba-tiba muncullah seorang gadis sambil membawa nampan yang berisi minuman dan kue-kue. Gadis yang cukup manis dengan jilbab panjang sempurna menutup rambut. Wajahnya memang tidak asing – wajah adik kelasku dulu. Dan dia lebih banyak diam, menunduk dan kadang-kadang tersenyum manis sekali.
Dari orang tuanya, aku mengetahui bahwa ia berprofesi sebagai guru TK Al Qur’an. Aku pun tak bisa memungkiri kalau aku sedikit terpesona dengannya. Dan ujung-ujungnya kami saling bertukar nomor handphone agar bisa saling mengenal satu sama lain. Hanya seperti itulah perkenalan kami yang dilanjutkan sms untuk mengenal pribadi masing-masing dan sesekali bersilaturahmi lewat pembicaraan via telepon.
Melihat reaksiku yang positif, Bapak tidak menyia-nyiakan kesempatan. Beliau kali ini benar-benar serius ingin menikahkanku. Dan akupun merasa ini memang sudah saatnya untukku menyempurnakan separuh agamaku.

14 Agustus 2008 adalah hari yang dipilih untuk hari pernikahanku. Tapi yang sungguh mengejutkan dan sungguh sesuatu yang diluar dugaan adalah, adanya laki-laki baik-baik Sarjana Agama jurusan dakwah yang tiba-tiba melamar adik perempuanku yang no 2, dan proses lamaran itu berlangsung sangat cepat. Cuma satu minggu perkenalan dan tanggal pernikahan pun segera ditetapkan, berdekatan dengan tanggal pernikahanku. Satu yang kusadari, jodoh memang tak kemana. Kalau sudah jodoh maka sesuatu yang tak mungkin pun bisa menjadi sangat mungkin. Adikku dilamar oleh Paman murid ajarnya. Rupanya murid adikku itu senang dengan adikku dan merasa kalau adikku akan sangat cocok apabila dijodohkan dengan Pamannya yang sedang mencari istri. Perkenalanpun dilakukan dan pertemuan pun hanya sekali dilakukan. Kedua belah pihak langsung setuju. Adikku akan menikah dengan laki-laki pilihannya pada tanggal 19 Agustus 2008.

Benar-benar rejeki Allah itu tak terkira. Bapak dan ibuku yang hanya mengharapkan salah satu anaknya bisa menikah, kini malah dilipatkan Allah rejeki tersebut. Dua anak beliau kini akan menyempurnakan separuh agamanya. Bukankah ini merupakan kado teristimewa yang tak terlupakan bagi Bapak dan Ibu di hari milad mereka? Ibu milad pada tanggal 17 Agustus, sedangkan Bapak pada tanggal 18 Agustus. Duhai Allah… Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar Rahmaan : 13).

Bulan Agustus 2008, bulan tak terlupakan sepanjang hidupku.


*********

“Begitupun dengan aku. Aku benar-benar merasa bulan Agustus 2008 adalah bulan yang tak terlupakan. Bulan di mana aku merasa sangat nelangsa. Aku tak berhadir di pernikahan dua orang kakak yang sangat kucintai, karena aku berada di jarak hampir 1000 km dari rumahku. Atau tepatnya aku berada di ibukota Indonesia, mencoba meraih mimpiku dengan mengorbankan mimpi yang lain. Aku tak berhadir di pernikahan dua orang kakakku.
Malam 14 Agustus 2008, malam di mana kakak pertamaku melangsungkan akad nikah di mesjid Al Ikhlas, aku menangis sendirian sambil memanjatkan doa kepada Allah. Mendoakan agar pernikahan kakak ku berlangsung lancar dan menjadi pernikahan yang sakinah mawaddah wa rahmah.
Begitu juga dengan pagi 19 Agustus 2008, aku kembali menangis dari jauh. Tak bisa berhadir di pernikahan kakakku yang no 2. Sambil terus berdoa untuk kebaikan kedua mempelai dan pernikahannya.
Setelah 2 minggu berada di Jakarta dengan hasil gagal meraih mimpi, aku pun pulang ke Banjarbaru. Dan tetap di sambut keluarga dengan hangatnya tanpa ada yang menyalahkan. Semua rasa sedihku tergantikan oleh bahagia melihat kebahagiaan dua orang kakakku.“


-Based on true story-

Rabu, 14 Oktober 2009

Gelembung Sabun

Gelembung sabun – Indah. Mudah mengudara namun mudah pula untuk pecah, hilang tanpa bekas…

Seperti itu kah kisahmu?? Seperti gelembung sabun. Indah. Mudah mengudara namun mudah pula untuk pecah lalu hilang tanpa bekas, terlupakan sama sekali.
Tapi kisah ini berbeda… Kisah yang tak kan mudah dilupakan penduduk suatu kota di salah satu negeri terindah di benua utara. Kisah persaudaraan sesungguhnya…

Hari itu, Rabu, 3 April ratusan tahun silam. Hari yang aneh di awal musim semi, di salah satu negeri terindah di benua utara. Rumput-rumput mulai menghijau, dan bunga-bunga mulai bermekaran dengan warna cemerlangnya. Sungguh pemandangan yang sangat indah, tapi sepertinya penduduk kota itu tidak ada yang menyadari hal tersebut. Mereka terlalu sibuk dengan urusan masing-masing, sehingga untuk urusan memperhatikan pemandangan kota yang tampak indah pun, mereka sudah tak sempat lagi.
Semua penduduk benar-benar sibuk dengan urusannya masing-masing, tidak terkecuali dua bersaudara Hans dan Jack. Umur mereka yang hanya berjarak satu tahun, menjadikan mereka tampak seumuran, walaupun sebenarnya Hans adalah kakak kandung Jack. Wajah merekapun terbilang cukup mirip, seperti kembar saja. Perbedaan yang tampak mencolok dari mereka berdua, hanya terletak pada tongkat kaki Hans. Tongkat yang dipakainya sejak 5 tahun silam dikarenakan oleh sebuah kejadian.
Hans dan Jack adalah yatim piatu. Orang tua mereka meninggal ketika mereka masih sangat kecil. Ayah mereka meninggal ketika berlayar, sedangkan ibu mereka tak lama menyusul sang ayah karena terus-terusan memikirkan belahan jiwa nya yang telah pergi untuk selamanya. Memang benar kata pujangga-pujangga itu. Cinta yang terlalu kuat mengakar akan menuntut kematianmu, ketika yang kau cintai itu lebih dahulu mati.

***************************

Hari itu, 3 April adalah hari besar mereka. Karena hari itu merupakan hari penentuan: terwujud atau tertundanya mimpi Jack. Bahkan ada kemungkinan mimpi itu akan gagal sama sekali, terkubur untuk minta dilupakan selamanya… Mimpi itu, mimpi yang sudah tertanam kuat dalam otak dan asa Jack, jauh sebelum ia mengenal mimpi-mimpinya yang lain. Mimpi Jack yang juga merupakan mimpi Hans, karena bagi Hans, mimpi apapun itu, apabila itu adalah mimpi Jack, maka ia harus bisa mewujudkannya. Itu janji nya pada dirinya sendiri, sejak ia menjadi pengganti orang tua bagi Jack.

Hari itu Jack akan mengikuti lomba melukis yang diadakan oleh Gubernur kota setempat. Seperti tahun-tahun sebelumnya, lomba melukis itu selalu diadakan di Taman Kota. Pesertanya berjumlah puluhan. Hadiah utamanya memang sangat layak untuk diperebutkan. 10 juta Galleon.
Kali itu adalah kali pertama Jack mengikuti lomba lukis. Walaupun lomba itu sudah diadakan sejak tahun-tahun dulu, tapi baru kali ini ia bisa ikut, karena untuk mengikuti lomba itu, peralatan lukis harus disediakan oleh masing-masing peserta. Untuk itu, Hans dan Jack harus bekerja sangat keras demi bisa membeli kanvas dan satu paket cat minyak. Bekerja sangat keras untuk bisa menjual gelembung sabun lebih banyak lagi. Selama ini memang dengan cara itulah mereka bisa mendapatkan uang untuk hidup dan menabung sedikit-sedikit untuk membeli peralatan lukis Jack. Menjual gelembung sabun tepat di Taman Kota tersebut.

Jack memang sangat gemar melukis. Dan karena tak mampu membeli alat lukis, Jack pun melukis di atas kertas hanya dengan menggunakan pensil. Jadi selama ini lukisan Jack hanya berwarnakan hitam dan putih. Sungguh sangat membosankan, tanpa warna-warni warna. Tapi entah kenapa, walaupun lukisan itu hanya berwarnakan hitam dan putih, lukisan Jack selalu tampak hidup. Mungkin itu adalah bakat yang diberikan Tuhan. Tapi Hans lebih suka menganggap bahwa hal itu lebih dikarenakan Jack selalu melukis dengan hati. Sebagian orang mungkin akan dengan sangat mudah menuangkan isi hatinya dengan menceritakannya langsung atau mungkin dengan menuangkannya dalam bentuk tulisan. Tapi bagi Jack, ia lebih senang menuangkan apa yang ia lihat dan rasakan melalui sebuah lukisan.

************************************

Tepat pukul 10.00, perlombaan pun dimulai. Semua peserta mengambil bagian nya masing-masing yang sudah ditentukan oleh panitia. Jack melukis dengan sangat serius. Hans hanya bisa mendoakannya dari sisi Taman Kota. Hans benar-benar tidak tahu apa yang akan dilukis Jack saat itu, karena Jack memang sengaja merahasiakannya dan meminta kakaknya untuk sedikit bersabar. Jack ingin lukisan itu bisa diketahui dan dilihat kakaknya tepat pada saat ia nanti mengumpulkan lukisannya. Cuma itu. Dan untuk itu Hans tidak berkeberatan sama sekali. Ia yakin adiknya punya alasan tersendiri.

Satu jam, adalah waktu yang diberikan untuk menyelesaikan lukisan itu. Satu jam yang berarti banyak, berarti segalanya, berarti sebanding dengan seluruh masa hidup yang pernah Jack lalui. Karena di satu jam ini lah, semua nya dipertaruhkan. Sungguh tak mudah melalui satu jam itu. Tidak bagi Jack, tidak pula untuk Hans.

Jack memang pandai melukis, tapi apakah ia pandai menggunakan cat minyak berwarna-warni untuk melukis? Bukankah selama ini ia selalu menggambar hitam putih dengan pensil bututnya? Selalu saja pikiran itu yang menghantui otak Hans dalam waktu satu jam itu. Tapi ia tetap mempunyai keyakinan bahwa adiknya bisa melakukan yang terbaik.

Satu jam pun berlalu. Semua peserta diminta untuk mengumpulkan lukisannya. Dan seperti tahun-tahun sebelumnya, semua lukisan akan dipajang untuk dipamerkan. Semua penduduk kota bisa dengan bebas menikmati lukisan-lukisan itu. Hans pun ikut bergabung dengan para penduduk kota, mencoba menikmati lukisan-lukisan yang sudah dipajang di Taman Kota itu. Hans tak tahu sama sekali, manakah yang merupakan hasil karya adik tercintanya. Namun tak sampai sepuluh menit berkeliling di Taman Kota itu, Hans sudah menemukan lukisan yang ia cari. Ia tak mungkin salah. Ia mengenali betul, hanya adiknya lah yang bisa melukis sedahsyat itu. Sebuah lukisan yang membuat Hans hampir tergugu. Selain oleh keindahannya, juga oleh ‘apa’ yang Jack lukis.

Gelembung sabun

Jack melukis banyak sekali gelembung sabun. Penuh warna. Hidup. Seolah-olah kau bisa meraih gelembung sabun itu dengan tanganmu lalu memecahkannya. Di pojok kanan bawah dari lukisan itu, tampak dua siluet remaja laki-laki. Rupanya, mereka lah peniup-peniup gelembung sabun indah itu. Dan Hans tau benar, siluet itu adalah Jack dan dirinya, hanya saja disitu ia masih benar-benar sempurna, tanpa tongkat terselip di ketiaknya. Tak terasa air mata Hans pun menetes. Untuk itu ia sama sekali tak menyadari bahwa di kiri kanan nya telah banyak orang lain yang juga terkagum-kagum dengan lukisan Jack. Lama Hans berdiri di depan lukisan itu. Ia benar-benar lupa pada orang yang telah melukis lukisan yang berhasil membuatnya meneteskan banyak air mata.

Jack yang sedari tadi memperhatikan kakak nya dari kejauhan, kini mulai mendekati kakaknya dan menyentuh bahunya dari belakang. Hans pun berpaling. Ia memeluk Jack. Memuji lukisan nya dan berharap lukisan itulah yang nantinya akan memenangkan perlombaan ini. Jikalau tidakpun, sesungguhnya Hans sudah tidak perduli lagi. Sungguh ia tidak perduli lagi. Ia sudah merasa ini semua cukup baginya.

Satu jam berlalu lagi. Penilaian panitia sudah mencapai kata final. Sang Gubernur pun berdiri di atas panggung yang memang sengaja dibangun di bagian utara Taman Kota. Dengan sedikit berteriak, ia pun mengumumkan pemenang lomba lukis tahun itu.
“Pemenang lomba lukis tahunan untuk tahun ini adalah Mr. Jack Sparlow dengan judul lukisannya ‘The Immortal Bubble – Gelembung Sabun Abadi’. Kepada Mr. Jack Sparlow kami persilakan untuk maju ke depan untuk menerima hadiah 10 juta Galleon”.
Seluruh penonton yang mendengar pengumuman itu bertepuk tangan dengan gemuruh. Jack pun maju dan naik ke atas panggung. Setelah menerima uang sebesar 10 juta Galleon, Jack pun dipersilakan berbicara menyampaikan sepatah dua patah kata. Dengan suara sedikit bergetar, Jack pun mulai bicara. Di atas panggung itu ia menyampaikan alasan mengapa ia memilih Gelembung Sabun sebagai tema lukisan yang ia lukis. Jack pun sedikit bercerita.

"Aku adalah orang paling beruntung sedunia. Sungguh. Mungkin kalian pikir aku miskin dan tidak punya apa-apa. Sesungguhnya aku punya segalanya. Aku punya kakak terbaik sedunia. Dan aku bahagia.
Dulu sekali, aku dan kakakku sering berlari sambil meniupkan gelembung sabun kami. Berharap gelembung-gelembung itu bisa terbang setinggi-tingginya. Terbang ke langit yang paling tinggi, lalu tersampaikan kepada orang tua kami yang telah lama pergi meninggalkan kami. Berharap mereka tahu, bahwa anak-anak mereka ada disini, mencintai mereka dari kejauhan. Tapi seperti yang kau tahu, gelembung-gelembung sabun itu cepat sekali pecahnya. Tapi hal itu tak kunjung membuat kami berhenti meniupnya. Kami terus saja meniupnya dan terus berharap gelembung itu bisa terbang lebih tinggi lagi.
Lalu pada suatu hari, kebiasaan indah itu terenggut oleh karena perbuatanku sendiri.
Kakakku, yang mencintaiku bahkan melebihi cintanya pada dirinya sendiri pada hari itu telah benar-benar mengorbankan dirinya untukku.
Hari itu, merupakan hari yang akan ku ingat sepanjang hidupku.
Sore itu, karena kelaparan, aku melakukan hal yang belum pernah kulakukan seumur hidupku, dan aku berjanji tak akan pernah aku melakukannya lagi meskipun akhirnya aku benar-benar mati oleh kelaparan itu sendiri.
Sore itu, aku mencuri roti dari sebuah toko roti. Roti hangat yang baru keluar dari tempat pemanggangan itu benar-benar membuatku tak mampu berpikir jernih. Membutakan segalanya. Yang aku tahu, bahwa aku sangat ingin roti itu dan aku harus mendapatkannya dengan cara apapun. Akupun mencurinya. Aku berlari keluar dari toko itu dengan membawa setangkup besar roti yang bisa dipegang oleh kedua tanganku, sambil dikejar pemilik toko dan dua orang pekerjanya. Masing-masing membawa kayu besar yang biasa mereka pergunakan untuk menggilas adonan roti.
Kakak ku yang mengetahui perbuatanku, berusaha menolongku. Entah bagaimana caranya, ia sudah berada di depan ketiga orang itu, berpura-pura menjadi aku. Karena kemiripan wajah kami, ketiga orang yang kalap itu pun tanpa pikir panjang langsung menghajar kakakku dengan kayu-kayu itu. Kakakku penuh luka dan lebam akibat dosaku. Dan luka yang paling parah yang diterima kakakku adalah kakinya. Kaki yang pada akhirnya tidak bisa lagi dipakai untuk berjalan secara normal.
Sejak hari itu aku betul-betul menyesal, meskipun kakakku selalu berkata bahwa ia tak pernah menyesal dengan mengorbankan kaki nya untukku.
Teruntuk kakakku tercinta, Hans Sparlow, aku persembahkan lukisan ini hanya untukmu. Berharap aku bisa mengembalikan masa-masa itu. Masa dimana kita bisa berlari bersama sambil meniup gelembung sabun harapan kita. Berharap gelembung sabun di lukisan itu akan abadi, tidak akan pecah seperti gelembung-gelembung sabun kita yang pernah kita tiup. Berharap cinta kita akan abadi seperti cinta kita pada orang tua kita."

Hari itu, seluruh penduduk kota ikut larut. Kisah itu benar-benar membekas. Sungguh indah dan tak mudah pecah lalu terlupakan seperti hal nya gelembung sabun. Kisah itu menjadi semacam kisah yang terus dikisahkan dari generasi ke generasi. Kisah Jack dan Hans – Gelembung Sabun Abadi.

Sabtu, 18 Juli 2009

KISAH CINTA

Seorang perempuan duduk persis bersebelahan dengan seorang lelaki.
Lama mereka duduk bersebelahan.
Dengan pikiran dan perasaan masing-masing - yang entah, bersebelahan jua kah atau tidak...

Andai saja ada yang tau...

Sebenarnya pikiran dan perasaan sang perempuan tertuju pada lelaki di sebelahnya. Pikiran yang terus memikirkan.... Apakah sang lelaki juga memikirkan diri nya?? Perasaan yang entah disebut apa?? Suka atau kah Cinta??
Tapi apa daya? Dirinya hanya lah seorang perempuan. Pantang bagi nya untuk mengungkapkan isi hati. Biarlah orang berkata, bahwa zaman telah berubah. Bahwa sekarang bukan zaman nya perempuan memendam perasaan.
Tapi tidak semudah itu...
Bagimu dan bagi orang lain, mungkin urusan ini urusan sederhana. Tapi bagi sang perempuan, urusan ini benar-benar pelik. Dirinya hanya boleh memendam, tak boleh mengungkapkan. Titik!

Pikiran dan perasaan sang lelaki ternyata juga sama. Namun tetap tak ada yang tau...

Andai saja ada yang tau...

Pikiran dan perasaan nya juga tertuju pada perempuan di sebelahnya. Pikiran dan perasaan yang sama persis dengan sang perempuan. Hanya saja alasan mengapa ia tak mengungkapkan semua itu yang membuat nya berbeda.
Sang lelaki lebih memilih diam karena ia sebenarnya takut. Takut belum siap untuk mengungkapkan. Karena bagi nya, mengungkapkan berarti keseriusan. Keseriusan dan tanggung jawab untuk benar-benar serius. Apakah dia siap untuk itu? Dia sendiri belum tau persis...

Lalu.... Bagaimana lah...

Andai saja ada yang tau...


-Repost dari MPku (18 Juli 2009)-