Rabu, 23 Desember 2009

Kado teristimewa...

Byur.. kusiramkan air segar ke sekujur tubuhku yang rasanya penat sekali dan penuh bekas keringat yang sudah mengering. Hmmm.. segar sekali rasanya dan pikiranku menjadi terasa sangat ringan sehingga mudah sekali melayang kemana-mana. Sepertinya pikiranku ini mudah sekali memencar kesana-kemari seperti air mandiku yang memercik. Namun sebenarnya pikiranku lebih terpusat ke satu tempat, yaitu rumahku yang jauh disana, berjarak 12 jam perjalanan dengan menggunakan bis dari mess tempat tinggalku sekarang.

Tak bisa dipungkiri, aku sangat rindu rumahku. Tempat berkumpulnya Bapak, ibu dan 4 adik-adikku. Aku memang tak terbiasa jauh dari mereka. Tak pernah sekalipun kecuali pada saat sekarang, di mana aku dengan sedikit nekad mencoba peruntunganku dengan bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang tambang batubara di Samboja (1 jam dari Balikpapan). Jauh sekali ya? Terutama dari rumahku yang berada di Banjarbaru. Padahal waktu di Banjarbaru dulu, sebenarnya aku sudah memperoleh pekerjaan yang lumayan, tepatnya di sebuah perusahaan penyewaan alat berat untuk tambang batubara. Untuk itu, aku sangat tidak asing dengan dunia tambang batubara ini. Dan karena alasan itu lah aku berani mengambil pekerjaan yang ditawarkan teman baikku yang sekarang bekerja di perusahaan yang sama denganku di Samboja. Ia menawarkan sebuah posisi pekerjaan yang lumayan menggiurkan dilihat dari posisi dan salary yang ditawarkan.
Bukannya aku tidak bersyukur dengan apa yang kuperoleh ketika aku bekerja di Banjarbaru sehingga memutuskan untuk mengambil pekerjaan yang sekarang ini, karena terus terang saja, banyak sekali nikmat yang kudapat dengan bekerja selama kurang lebih 5 tahun di perusahaan penyewaan alat berat itu. Aku mampu membeli 2 buah motor yang sekarang dipakai oleh adik-adikku. Sedangkan aku lebih suka memakai astrea bututku yang sangat kusayangi. Tapi aku benar-benar merasa harus mengambil kesempatan bagus ini. Kesempatan bagus kan tidak datang dua kali.
Dan sekali lagi ku katakan, aku sayang adik-adikku. Sebagai anak pertama, aku merasa bertanggung jawab atas mereka. Itulah sebabnya hampir seluruh hasilku bekerjaku itu ku peruntukkan untuk adik-adikku dibandingkan untuk keperluanku sendiri. Walaupun masih ada Bapak yang sanggup membiayai sekolah dan jajan mereka. Tapi aku juga tak lupa menabung untuk masa depanku. Aku sudah mulai mengkredit rumah yang nantinya ingin ku tempati bersama seorang wanita yang akan menjadi istriku. Entah siapa wanitu itu nantinya, karena terus terang saja, aku tak pernah dekat dengan seorang wanitapun. Aku merasa Allah sudah menyiapkan seorang wanita itu dan aku hanya tinggal menjemputnya saja. Entah kapan dan di mana. Tapi aku benar-benar percaya akan hal itu.

Usai mandi, akupun bersiap untuk istirahat malam namun tiba-tiba terdengar alunan One Last Time-nya Dream Theater dari handphoneku. Itu tandanya telepon dari orang di rumahku, karena handphoneku sudah ku set agar ringtones favoritku itu mengalun apabila handphoneku dihubungi oleh nomor-nomor dari Bapak, ibu atau adik-adikku. Bergegas ku raih handphoneku, kulihat layarnya bertuliskan ‘Bapak’ dan langsung saja ku tekan tombol hijau itu.

“Hallo, Assalamu ‘alaikum”
“Wa alaikum Salam Nak…”
“Ada apa Pak, tiba-tiba telpon malam-malam begini? Ibu dan adik-adik sehat kan Pak?“
“Alhamdulilllah semua sehat wal ‘afiat”
“Trus Bapak udah ga sakit lagi pinggangnya?” Aku sungguh mengkhawatirkan Bapak ku yang pinggangnya sering sakit karena syaraf terjepit.
“Alhamdulillah sudah berkurang sakitnya. Kamu kapan pulang ke Banjarbaru Nak? Bapak ada yang mau disampaikan, tapi ga bisa lewat telepon”
“Minggu ini aku off Pak, jadi bisa pulang sekitar 1 minggu. Memangnya ada hal penting apa Pak?” hatiku benar-benar gundah mendengar perkataan Bapak.
“Sudah, kamu pulang aja dulu baru nanti kita bicarakan di rumah saja semuanya. Hati-hati nanti kalau di jalan pas pulang ya Nak”
“Iya Pak, nanti aku kabari lagi kalau aku sudah benar-benar siap pulang menuju Banjarbaru”
“Iya, Bapak tunggu. Assalamu ‘alaikum”
“Wa alaikum salam…”
Dan telpon pun ditutup. Aku merasa ada yang sedikit aneh, tak biasanya Bapak seperti itu. Berarti hal yang mau dibicarakan ini tentulah hal yang sangat penting. Akupun berusaha mengusir pikiran yang aneh-aneh dan mencoba menunggu saat kepulangan saja di mana semuanya akan menjadi jelas.

*********

Hari kepulangan pun tiba, aku sudah siap dengan oleh-oleh khas Balikpapan seperti amplang, kuku macan dan beberapa set tupperware titipan tante – adik ibu, yang tinggal di Balikpapan dan memang agen tupperware – untuk ibuku yang penggila tupperware. Juga tak lupa, tiket bis ku. Sebenarnya aku bisa saja pulang dengan pesawat dan tentu hal tersebut akan menghemat waktu. Tapi jujur ku akui, aku punya phobia terhadap pesawat, makanya aku lebih memilih perjalanan 12 jam dengan bis daripada perjalanan 45 menit dengan pesawat. Ironis ya?? Tapi mau bagaimana lagi, dinikmati sajalah. Dan aku benar-benar menikmati perjalananku sambil teringat dengan salah satu adik perempuanku yang punya hobby yang menurutku lucu sekali. Dan hobby itu adalah naik bis. Dasar aneh anak satu itu. Dia pernah bilang, dia suka sekali ke Balikpapan karena bisa naik bis selama 12 jam, dan kalau bisa, pas tiba di Balikpapan ga usah turun dari bis nya, tapi langsung balik lagi ke Banjarbaru naik bis lagi, biar bisa lebih lama di bis nya. Hahaha.. Itu anak sebenarnya niat ke Balikpapan ga sih? Atau cuma pingin naik bis nya aja? Hmmm.. mengingat adikku, aku jadi semakin kangen, tak sabar ingin pulang ke rumah. Dan bis pun melaju terus menembus batas ruang dan waktu, mengantarkanku ke tempat tujuan.
Sesampainya di rumah pagi itu setelah perjalanan 14 jam – agak lambat dari biasa karena bis nya mogok di daerah Tanjung – orang-orang rumah rusuh sekali menyambutku. Bukan rusuh menerima oleh-oleh dariku, tapi Bapak, ibu dan adik-adikku jadi senyam-senyum ga jelas seperti ada yang disembunyikan. Aku jadi ga ngerti dan menjadi sedikit curiga. Di suruh Bapakku agar aku beristirahat dulu karena habis dari perjalanan jauh. Dan aku pun menurut.
Sore hari setelah aku merasa cukup dari istirahatku, barulah Bapak memulai pembicaraan yang dimaksud. Tak ingin membuang-buang waktu karena waktu off ku cuma 1 minggu, sedangkan urusan yang ingin dibicarakan Bapak ku ini adalah urusan panjang menyangkut masa depan. Aku pun berusaha menyimak.
“Jadi begini anakku. Bapak dan ibu ini sudah tua. Bapak ingin sekali menimang cucu.” Deg.. sampai di sini atau tepat nya baru di kalimat awal ini, jantungku seperti berhenti berdetak demi mendengar kata-kata Bapak.
“Bapak tau kalau selama ini kamu tidak mau beristri karena kamu merasa kamu belum mendapatkan pekerjaan yang tetap. Tapi toh selama ini rejeki mu lebih dari cukup untuk menikah. Kamu hanya terlalu fokus ke adik-adikmu sampai lupa dengan dirimu sendiri. Lupa mencari pendamping.” Sampai di sini aku hanya bisa diam. Dan Bapak ku kembali berujar,
“Bapak sudah melamarkan gadis untuk jadi istrimu, dia adalah anak teman Bapak” Mendengar kalimat yang ini, akhirnya aku tak bisa menahan diamku.
“Apa Pak?? Sudah dilamarkan? Kenapa Bapak tidak ngomong dulu ke aku Pak??”
“Sebenarnya belum bisa disebut lamaran juga, tapi sudah ada pembicaraan ke arah sana. Bapak yakin dia gadis yang baik dan sebenarnya kamu juga sudah kenal dengan dia.” Aku pun semakin penasaran
“Siapa Pak, gadis yang Bapak maksud??”
“Anak nya Pak Samsyi ketua RT kita. Si Rinda adik kelas kamu waktu SMA dulu.” Dan pikiranku pun melayang mengingat-ingat gadis yang dimaksud. Agak kabur memang karena masa SMU ku kan sudah 10 tahun yang lalu dan aku memang tak begitu tau dengan tetangga sekitar rumahku karena kami sekeluarga memang baru pindah ke komplek ini dan aku jarang berada di rumah, lebih banyak menghabiskan waktu di Samboja-KalTim.
“Malam ini kita ke rumah Pak Samsyi ya Nak. Ibu nya Rinda pingin liat kamu.”
“Tapi Pak….” Ingin sekali aku protes
“Ga papa, cuma bertamu saja. Syukur-syukur kalau kamu merasa cocok. Tapi kalau tidak, anggap saja bukan jodoh.” Mendengar kata-kata Bapak, aku agak sedikit tenang dan berusaha menjalani semuanya. Ku anggap saja ini ikhtiarku untuk menjemput jodohku dan mewujudkan keinginan kedua orang tua ku.

*********

Malam itu, aku ke rumah Pak Syamsi dengan kedua orang tua ku untuk bertamu. Jarak rumah kami sangat dekat, masih 1 blok. Dan kami pun disambut dengan ramah. Ibu nya Rinda orang KalTim dan nyambung sekali ketika bicara denganku. Beliau tau tempat-tempat di KalTim. Tapi setelah kurang lebih setengah jam bertamu, aku belum juga melihat ada sosok gadis yang dimaksud akan dijodohkan denganku.
Lalu tiba-tiba muncullah seorang gadis sambil membawa nampan yang berisi minuman dan kue-kue. Gadis yang cukup manis dengan jilbab panjang sempurna menutup rambut. Wajahnya memang tidak asing – wajah adik kelasku dulu. Dan dia lebih banyak diam, menunduk dan kadang-kadang tersenyum manis sekali.
Dari orang tuanya, aku mengetahui bahwa ia berprofesi sebagai guru TK Al Qur’an. Aku pun tak bisa memungkiri kalau aku sedikit terpesona dengannya. Dan ujung-ujungnya kami saling bertukar nomor handphone agar bisa saling mengenal satu sama lain. Hanya seperti itulah perkenalan kami yang dilanjutkan sms untuk mengenal pribadi masing-masing dan sesekali bersilaturahmi lewat pembicaraan via telepon.
Melihat reaksiku yang positif, Bapak tidak menyia-nyiakan kesempatan. Beliau kali ini benar-benar serius ingin menikahkanku. Dan akupun merasa ini memang sudah saatnya untukku menyempurnakan separuh agamaku.

14 Agustus 2008 adalah hari yang dipilih untuk hari pernikahanku. Tapi yang sungguh mengejutkan dan sungguh sesuatu yang diluar dugaan adalah, adanya laki-laki baik-baik Sarjana Agama jurusan dakwah yang tiba-tiba melamar adik perempuanku yang no 2, dan proses lamaran itu berlangsung sangat cepat. Cuma satu minggu perkenalan dan tanggal pernikahan pun segera ditetapkan, berdekatan dengan tanggal pernikahanku. Satu yang kusadari, jodoh memang tak kemana. Kalau sudah jodoh maka sesuatu yang tak mungkin pun bisa menjadi sangat mungkin. Adikku dilamar oleh Paman murid ajarnya. Rupanya murid adikku itu senang dengan adikku dan merasa kalau adikku akan sangat cocok apabila dijodohkan dengan Pamannya yang sedang mencari istri. Perkenalanpun dilakukan dan pertemuan pun hanya sekali dilakukan. Kedua belah pihak langsung setuju. Adikku akan menikah dengan laki-laki pilihannya pada tanggal 19 Agustus 2008.

Benar-benar rejeki Allah itu tak terkira. Bapak dan ibuku yang hanya mengharapkan salah satu anaknya bisa menikah, kini malah dilipatkan Allah rejeki tersebut. Dua anak beliau kini akan menyempurnakan separuh agamanya. Bukankah ini merupakan kado teristimewa yang tak terlupakan bagi Bapak dan Ibu di hari milad mereka? Ibu milad pada tanggal 17 Agustus, sedangkan Bapak pada tanggal 18 Agustus. Duhai Allah… Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar Rahmaan : 13).

Bulan Agustus 2008, bulan tak terlupakan sepanjang hidupku.


*********

“Begitupun dengan aku. Aku benar-benar merasa bulan Agustus 2008 adalah bulan yang tak terlupakan. Bulan di mana aku merasa sangat nelangsa. Aku tak berhadir di pernikahan dua orang kakak yang sangat kucintai, karena aku berada di jarak hampir 1000 km dari rumahku. Atau tepatnya aku berada di ibukota Indonesia, mencoba meraih mimpiku dengan mengorbankan mimpi yang lain. Aku tak berhadir di pernikahan dua orang kakakku.
Malam 14 Agustus 2008, malam di mana kakak pertamaku melangsungkan akad nikah di mesjid Al Ikhlas, aku menangis sendirian sambil memanjatkan doa kepada Allah. Mendoakan agar pernikahan kakak ku berlangsung lancar dan menjadi pernikahan yang sakinah mawaddah wa rahmah.
Begitu juga dengan pagi 19 Agustus 2008, aku kembali menangis dari jauh. Tak bisa berhadir di pernikahan kakakku yang no 2. Sambil terus berdoa untuk kebaikan kedua mempelai dan pernikahannya.
Setelah 2 minggu berada di Jakarta dengan hasil gagal meraih mimpi, aku pun pulang ke Banjarbaru. Dan tetap di sambut keluarga dengan hangatnya tanpa ada yang menyalahkan. Semua rasa sedihku tergantikan oleh bahagia melihat kebahagiaan dua orang kakakku.“


-Based on true story-

Jumat, 18 Desember 2009

Invisible one..

Kau ada di genggaman tanganku, erat ku pertahankan. Tp ku tak boleh trlalu erat menggenggammu, takut kau hancur di tanganku. Juga tak boleh terlalu longgar, karena takutnya nanti kau akan meluncur, lepas dari genggamanku.

Ku bawa kau ke mana ku melangkah. Dan bukan pada saat melangkah saja, tp pada saat ku berlari, kau tetap kupertahankan dalam genggamanku. Bagaimanapun caranya, kau akan kupertahankan.

Aku lbh suka terjatuh, luka, lalu berdarah asal kau tetap di genggamanku, drpd aku baik-baik saja tapi kau lenyap - hilang dlm genggamanku.

Tp sayangnya, aku tak pernah tau apa yg ku genggam. Melihatmu saja aku tak pernah. Tp skali lagi, aku tetap suka kau berada dalam genggamanku. Titik.

Kau terlalu istimewa