Senin, 23 November 2009

Menghargai...

Listrik.
Apa yang ada di benak kalian ketika saya sebutkan kata itu?
Sebagian besar dari kalian mungkin akan menjawab PLN, mati lampu dan byar pett. :)
Hmmm… tak bisa dipungkiri memang bahwa akhir-akhir ini, topik ‘listrik’ menjadi sesuatu yang kembali hangat dipermasalahkan. Padam lampu sebentar saja maka akan ada banyak orang yang langsung protes keras karena merasa tidak puas dengan kinerja PLN, sampai-sampai di antara mereka ada yang bertindak anarkis terhadap pekerja PLN – hal yang sesungguhnya sangat disayangkan mengingat kita adalah manusia yang diberi akal untuk berpikir.
Sebenarnya, adalah sangat wajar bila terjadi pro dan kontra terhadap suatu masalah, apalagi menyangkut masalah penting semacam listrik yang penggunaannya memang sangat penting dalam kehidupan – mungkin setara dengan air bagi kehidupan.
Dan kalau saya ditanya, saya ini termasuk yang pro atau yang kontra? Maka saya jawab, saya termasuk yang menghargai. ^^
Saya menghargai mereka yang kontra, karena mereka memang memiliki hak untuk kontra, memiliki hak untuk protes dan menuntut pelayanan yang lebih baik karena mereka adalah pelanggan. Tapi saya benar-benar tak habis pikir dengan mereka yang melakukan tindakan anarkis tadi. Ada kejadian di mana pegawai PLN di hadang, di ikat dan dimasukkan ke comberan karena pada waktu itu listrik padam. Coba pikir dengan akal sehat yang sudah diberikan Allah. Apa dengan memasukkan pegawai PLN itu ke dalam comberan maka listrik akan menyala seketika? Ini kah cermin orang Indonesia yang berbudi?
Dan listrik padam pun sebenarnya bukan tanpa alasan, bisa karena persoalan teknis seperti jadwal perawatan secara berkala, atau terkendala oleh kurangnya dana untuk pembangunan pembangkit dan peremajaan berbagai peralatan, sampai pada kejadian yang tak terduga seperti terbakarnya trafo di GITET Cawang Jakarta. Sekali lagi, semua itu bukan tanpa alasan.

Dan jujur, saya bukan orang yang suka dengan kontroversi. Dan tujuan catatan ini sama sekali bukan untuk mencari siapa yang salah dan siapa yang benar, karena jika ya, mungkin catatan ini tidak akan pernah ada akhirnya. Oleh karena itu, pembahasan ini saya cukupkan sampai di sini.

Yang ingin saya tonjolkan di sini adalah rasa ‘menghargai’. Maka nya, judul itu lah yang saya pilih sebagai judul catatan kali ini.
Listrik.
Suatu sumber daya yang tidak seketika bisa dihasilkan begitu saja. Ada proses panjang yang harus dilalui untuk itu, yang menuntut para pekerjanya bekerja ekstra keras dengan penuh pengorbanan. Ini lah sesungguhnya yang membuat saya menghargai sebuah kinerja, sebuah usaha untuk orang banyak.
Ketika sebuah pembangkit tenaga listrik sudah berdiri, maka diperlukan saluran transmisi yang akan mengalirkan listrik dari pembangkit ke gardu induk yang akan membagikannya lagi dalam daya yang lebih kecil agar sesuai dengan daya untuk perumahan dsb.
Dari pembangunan transmisi ini lah, saya bisa tau dengan persis perjuangan itu. Di awali dengan pembebasan tanah tapak tower. Pembebasan tanah di sini maksudnya adalah membeli tanah dari pemilik tanah yang tanahnya terkena jalur transmisi.
Hanya untuk membebaskan tanah agar sebuah tower transmisi bisa berdiri, para pekerjanya harus berhadapan dengan pemilik tanah yang kadang mempersulit. Di sinilah ironisnya. Di lain pihak menuntut kinerja PLN agar lebih baik, tapi di pihak lain malah mempersulit. Tapi semua itu tetap di jalani dengan pendekatan-pendekatan dan sesuai hukum dan tata cara yang berlaku.
Kemudian sampai pada tahap pembangunan tower itu sendiri. Tower yang letaknya kadang jauh di dalam hutan, mengharuskan pekerjanya untuk masuk ke dalam hutan dan melakukan pengawasan pengecoran yang tak jarang dilakukan sampai tengah malam. Sama sekali bukan pekerjaan yang gampang.
Ketika semua tower sudah berdiri, ada lagi yang namanya ROW, semacam kegiatan inventarisasi tanam tumbuh yang terkena area stringing (penarikan kabel). Tak jarang para pekerja PLN yang melakukan kegiatan ROW dikejar dengan parang oleh warga, karena dikira akan mengambil tanah mereka, merusak kebun mereka, dsb. Sekali lagi ironis – selalu saja dipersulit tapi sebaliknya, menuntut yang lebih.
Belum lagi bila ada kerusakan di SUTT atau SUTET yang harus diperbaiki tanpa harus mematikan aliran listrik, agar semua orang tetap bisa menikmati listrik sementara pekerja PLN melakukan perbaikan atau perawatan. PDKB (Pekerjaan Dalam Kondisi Beraliran), sungguh bukan pekerjaan yang mudah karena nyawa lah taruhannya. Bekerja di atas tower dengan ketinggian 20 – 30 meter dan dalam keadaan listrik mengalir pula. Benar-benar sebuah dedikasi yang patut dihargai.
Dan itu semua hanya sebagian kecil kerja keras pekerjanya di lapangan yang saya tau.
Masih ada lagi pekerjaan di balik meja yang juga menuntut dedikasi yang tak kalah tinggi karena tak jarang para pekerjanya harus lembur bekerja sampai larut malam, agar kontrak-kontrak untuk membangun semua sarana dan prasarana kelistrikan itu bisa tercapai tepat waktu, mutu, dan biaya.

Sekali lagi, intinya adalah bahwa saya sangat menghargai – tidak ada maksud sama sekali untuk memihak. Karena jujur saja, tidak ada untungnya sama sekali bagi saya. Pegawai nya saja bukan. Tapi karena saya mengetahui kerja keras mereka lah, maka saya memutuskan untuk menghargai. Mudah-mudahan akan ada banyak lagi orang-orang yang mau menghargai dan tidak akan ada lagi yang berlaku anarkis.
For the last, cukup matikan 2 buah lampu yang tidak terpakai di rumah anda (apalagi televisi yang dinyalakan padahal tidak ditonton, dsb). Itu akan sangat berarti. Berhematlah dengan listrik. Karena listrik untuk kehidupan yang lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar