Jumat, 10 Juni 2011

Distorsi Manusia

Beberapa waktu yang lalu saya sering melewatkan beberapa waktu saya di belahan bumi Kalimantan Selatan bagian selatan, tepatnya di kab. Tanah Laut dan Tanah Bumbu. Urusan pekerjaan. Saking seringnya saya melintasi jalan dari Banjarbaru ke Pagatan, maka saya pun menjadi sedikit hapal dengan rute Banjarbaru - Cempaka - Bati-bati - Pulau Sari - Pelaihari - Jorong - Asam-asam - Kintap - Satui - Angsana - Sungai Loban - Kusan Hilir/Pagatan (sebagian adalah nama desa/kelurahan dan sebagian lagi adalah nama kecamatan).

Dari perjalanan tersebut saya menyadari bahwa sungguh alam Kalimantan Selatan adalah alam yang indah dan tentu saja kaya dengan hasil alamnya. Di Cempaka terkenal dengan hasil tambang intannya. Sedangkan di sepanjang jalan yang saya lalui di Kab. Tanah Laut khususnya Pelaihari, mata saya seolah dimanjakan dengan pemandangan yang luar biasa indah. Langit biru dihari yang cerah, ditambah dengan asrinya pegunungan (Gn Khayangan, Gn Keramaian, dan gunung-gunung lainnya yang sayang sekali saya kurang tau namanya), dilengkapi dengan hijaunya kebun-kebun, baik itu kebun jagung, buah naga, dan kelapa sawit yang luasnya berhektar-hektar dengan tatanan yang rapi sekali (untuk kebun kelapa sawit ini, saya mempunyai cerita/pengalaman tersendiri, yang sepertinya memerlukan notes tersendiri juga untuk menuliskannya. Maybe next time... :D)

Memasuki wilayah Kab. Tanah Bumbu, maka udara panas dan debu pun menjadi hal yang biasa di siang hari. Terutama di daerah Satui. Sewajarnya sih dalam pikir saya mengingat disinilah si emas hitam alias batubara ditambang dengan jumlah besar-besaran. Ada rasa bangga, betapa bumi tempat saya dilahirkan adalah bumi yang begitu kayanya, tapi tak bisa dipungkiri kalau hati ini jadi miris sekali mengingat alam Kalimantan Selatan yang saya cintai ini harus digunduli hutannya, dikeruk isi perutnya yang menyisakan lubang seluas-luasnya hingga sukses menjadikannya danau jadi-jadian. T_T

Saya yang hanya orang awam merasa ini semua terlalu ekstrim. Tambang-tambang ini sungguh membuat saya tidak habis pikir. Bahkan saya sempat terkaget-kaget dibuatnya ketika saya melewati suatu jalan pada suatu waktu, dan ternyata jalan itu sudah tidak ada lagi karena sudah dikeruk untuk kepentingan tambang yang kemudian jalan tersebut dibelokkan menjadi jalan baru. Ckckck... luar biasa!!! Tambang batubara ini sukses merubah kontur bumiku. Hingga tak heran pula ketika ternyata patok-patok tower SUTT 150 kV Asam-Asam - Batulicin pun banyak yang hilang dibuatnya, menyebabkan harus dilakukannya re-route yang berdampak mundurnya waktu penyelesaian pembangunannya. Setelah di re-route pun, masih ada kemungkinan patok-patok itu akan terkena keruk pula. Tambang ini terlalu cepat meluas dan mengeruk. Kalau begini terus, saya rasa hanya tinggal menghitung waktu maka sebuah daerah yang terus-terusan dikeruk akan tenggelam hancur karena perbuatan manusia. Ini seperti bom waktu yang siap meledak kapanpun. Pertanyaannya, apa masih bisa semua ini dihentikan sebelum semuanya terlambat? Entahlah... Jujur saya merasa skeptis, tapi tak ada yang tak mungkin apalagi bila pemerintah mau serius menangani semua ini (walaupun saya tetap saja pesimis.. :D).

Dari sini saya jadi melihat banyak bentuk ketamakan manusia. Seperti tak ada puas-puasnya. Bahkan kadang membuat saya tak habis pikir. Ada saja orang-orang yang lantang menentang 'pembangunan' untuk kepentingan orang banyak, hanya untuk kepentingan dirinya sendiri, padahal jelas-jelas dia juga termasuk salah satu dari orang banyak tersebut. Tambang = batubara = uang = kekayaan, sukses membutakan (sebagian)  manusia. Alam ini untuk manusia. Manusia yang memelihara, manusia yang membangun namun ironisnya manusia pula yang menghancurkannya. T_T

Kita tinggalkan masalah tambang-tambang (menyesakkan) tersebut, perjalanan saya kembali berlanjut dan untungnya, kali ini saya disuguhi (lagi) pemandangan yang indah. Kali ini di kecamatan Kusan Hilir. Apalagi kalau bukan Pantai Pagatan yang terletak di sepanjang jalan provinsi, menjadikannya bisa dinikmati sembari melintasi jalan menuju mess. Pantai yang bersih dengan pasir putih yang indah, terutama di bulan April kemarin di mana pesta tahunan (pesta pantai) diselenggarakan secara besar-besaran dan Pantai Pagatan pun mengeluarkan pesona terbaiknya. Air lautnya benar-benar jernih. Biru. Bahkan dari yang saya dengar, ada sebuah objek wisata snorkling untuk melihat keindahan terumbu karang yang keindahannya tak kalah dengan Bunaken yang sudah terkenal. Tapi sayangnya sampai dengan sekarang saya belum mengunjungi tempat itu (nama tempatnya saja saya lupa, hehehe). Katanya sih, memang belum banyak yang tau, hmmm... Belum banyak yang tau, pasti masih alami banget.. :)

Sekali lagi, saya sungguh bangga dengan bumi Kalimantan Selatanku, bumi damaiku yang kaya dan tentu saja indah. ^^

Sei. Sipai 10062011 23.30 WITA
*Sudah lama pingin nulis ini (bahkan lebih banyak dari ini), tapi baru kesampaian (untungnya) setelah berkali-kali mendengar lagu dari album terbaru GIGI (Sweet 17) yang berjudul Distorsi Manusia. :D

meranggas kering tanah hal yang biasa
kemurkaan air pun hal yang biasa
semua karena keangkuhan manusia
semua karena ketololan manusia

senyuman tak percaya terlintas jelas
istana dingin cair meluap kesal
semua karena keangkuhan manusia
semua karena ketololan manusia

hancur bumi hancur, tempat kita berpijak
hancur bumi hancur, dewa dari sang alam
hancur bumi hancur, tempat kita berpijak
hancur bumi hancur, dewa dari sang alam

cinta empati kasih yang diinginkan
semua hanyalah kata-kata yang manis
semua karena keangkuhan manusia
semua karena ketololan manusia

semua karena keangkuhan manusia
semua karena ketololan manusia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar