Kamis, 26 April 2012

Mukadimah Catatan (wanita) Pengawas

Sebenarnya sudah lama sekali saya ingin menuliskan pengalaman-pengalaman ketika mengawas proyek di dalam sebuah blog. Apalagi ketika banyak kejadian yang rasanya sayang apabila tidak dituliskan. Tapi akhirnya, baru sekarang niat tersebut terealisasikan.


Singkat cerita, saya ini dari tahun 2008 sampai dengan sekarang memang bekerja di proyek yang membangun sarana ketenagalistrikan, tepatnya sebagai tenaga teknik (admin merangkap pengawas). Mungkin tak ada yang spesial dari profesi saya ini, tapi kalau dipikir-pikir lagi, tiap profesi pastilah istimewa, dengan keunikannya masing-masing. Apalagi kalau pekerjaan tersebut biasa dikerjakan oleh laki-laki dan sekarang saya sebagai seorang wanita, justru mengerjakan pekerjaan (yang biasanya dikerjakan) laki-laki, tersebut.


Dan layaknya pengawas pada umumnya, pastilah memiliki catatan harian, walaupun saya termasuk orang yang malas sekali membuat yang namanya catatan harian. Tapi kesini-sininya saya merasa perlu untuk menuliskan catatan harian tersebut. Di samping sebagai sarana pengingat akan kegiatan pekerjaan saya (jujur saya termasuk orang yang sedikit pelupa), juga sebagai sarana saya untuk menyalurkan uneg-uneg, berbagi pengalaman dan syukur-syukur bisa dipetik hal-hal yang bermanfaat dari catatan harian saya ini.


Banyak cerita ketika mengawas. Sudah hampir 4 tahun lebih saya menjalani profesi ini sampai dengan sekarang. Ada tawa, air mata, bahkan darah di dalamnya. Ada pengorbanan dan tentu saja rejeki yang saya peroleh di sana. Terkadang saya berfikir, koq saya bisa ya menjadi seorang pengawas? Bekerja di bidang yang benar-benar ‘teknik’ (sesuai dengan disiplin ilmu yang saya miliki: Teknik Sipil)? Padahal dulu sebelum lulus kuliah saya mati-matian berharap agar nantinya mendapatkan pekerjaan yang jauh dari disiplin ilmu saya. Bagaimanalah? Saya merasa SalJu alias salah jurusan semasa kuliah dulu. Tapi karena berbagai alasan, kuliah tetap saya lanjutkan sampai akhirnya saya berhasil lulus. Dan ternyata takdir saya berjalan ke arah yang berlawanan dengan harapan saya. Saya menjadi seorang pengawas! Saya jadi ingat dengan tokoh Ikal di novelnya Andrea Hirata: Laskar Pelangi, yang konon menceritakan bahwa Ikal membenci profesi tukang pos (saya lupa alasan kenapa ikal membenci profesi tersebut). Tapi ternyata, Ikal malah menjadi tukang pos sungguhan. Ironi. Sama seperti saya…


Entah sampai kapan saya akan bertahan di profesi ini. Karena ada hal-hal yang bertentangan dengan hati nurani saya, namun ada juga hal yang membuat saya belum bisa meninggalkan profesi ini. Sebelum saya menjelaskan kenapa profesi ini sering menyebabkan perang di hati nurani saya dan kenapa sampai dengan sekarang saya belum memutuskan untuk meninggalkan profesi ini, ada baiknya saya menjelaskan terlebih dahulu sedikit detail tentang pekerjaan saya.


Pekerjaan saya, seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya adalah seorang pengawas atau bahasa kerennya: supervisor. Tapi saya lebih suka menggunakan istilah ‘pengawas’. Pengawas yang bekerja di perusahaan listrik milik negara sebagai tenaga kontrak. Yang tugasnya mengawasi pekerjaan konstruksi yang berhubungan dengan sarana ketenagalistrikan. Sebut saja Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT), Gardu Induk (GI), dan bangunan lainnya semisal gedung SCADA dan perumahan operator.


Yang namanya pengawas, tentulah tugasnya mengawasi pekerjaan konstruksi tersebut mengacu pada teori BMW (tepat Biaya, Mutu, dan Waktu). Senjata seorang pengawas adalah buku kontrak (spek teknik) dan gambar teknik. Sedangkan kelengkapan untuk mengawas, banyak. Tergantung pekerjaan apa yang mau diawasi. Selama ini, saya lebih banyak mengawasi pekerjaan SUTT. Tepatnya pembangunan pondasi dari SUTT (tower listrik) 150 kV. Tower-tower tersebut terkadang lokasinya nun jauh dari keramaian kota. Karena memang direncanakan seperti itu. Bahkan disewa sebuah jasa konsultan untuk menentukan jalur SUTT tersebut agar seminimal mungkin menyentuh ramainya kota dan tentu saja diusahakan berjalur lurus (sesedikit mungkin terdapat belokan jalur SUTT).


Karena jauh dari keramaian kota tersebut maka saya sering bepergian sendiri ke lokasi titik tower tersebut. Sendirian lah saya seorang ‘wanita’ di antara para laki-laki pelaksana pekerjaan (kontraktor). Ini hal yang sering membuat perang batin tersebut. Tapi saya mencoba positive thinking, pekerjaan saya ini adalah untuk kesejahteraan orang banyak. Dari situ saya berfikir, mudah-mudahan pekerjaan ini menjadi ladang amal saya. Sisanya saya serahkan sama Allah saja. :D


Dari seringnya mengawas ke lapangan tadi (ke hutan, ke rawa, ke kebun, ke lokasi tambang, ke tambak, dsb) maka muncullah banyak cerita yang sekarang menjadi kenangan tersendiri buat saya.
Harusnya sudah sejak dulu saya menuliskan cerita ini, tapi apa mau dikata, baru sekarang ada keinginan untuk menuliskannya seperti ini. Oleh karena itu, untuk cerita yang dulu-dulu, mungkin akan saya rangkum jadi satu di sebuah tulisan berikutnya yang saya beri judul “Pengalamanku sebagai seorang pengawas wanita”. Kejadian-kejadian yang dulu sangat berkesan. Mengingatnya saja sering membuat saya senyum-senyum sendiri, membuat saya banyak bersyukur karena diberikan kesempatan mengalami pengalaman-pengalaman tersebut yang walaupun terkadang berat, tapi sungguh saya sangat bersyukur ketika melewatinya dengan baik dan tetap dengan rasa syukur itu tadi.


Dan untuk ke depannya, saya ingin dan saya berencana untuk selalu menuliskan catatan harian saya sebagai seorang pengawas. Dengan begitu saya berharap blog saya dapat terus saya update dan menjadi catatan tersendiri buat saya. Well, anggap saja ini proyek pribadi saya, diary saya sebagai seorang pengawas (wanita). Mudah-mudahan ada manfaat yang bisa dipetik oleh orang lain yang membacanya. Amin.

2 komentar: