Selasa, 03 Juli 2012

Cipta Teknik Sejahtera

Sudah 3 tahun lebih saya memegang keuangan kas bag. TEKNIK di kantor saya. Alhamdulillah saya diberi kepercayaan oleh teman-teman di kantor untuk memegang (baca: menyimpan) uang kas tersebut. Suka duka sudah banyak saya alami sebagai pemegang uang kas tersebut.

Awalnya uang kas kami ini jumlahnya bisa dibilang sedikit, tapi seiring dengan berjalannya waktu dan banyaknya proyek yang sudah kami tangani, maka uang kas ini menjadi berkembang terus. Biasanya, uang kas tersebut pada akhirnya kami gunakan untuk keperluan kami bersama, semisal untuk membeli parcel bagi para staff Teknik menjelang Lebaran, atau terkadang kami gunakan untuk membeli barang yang bisa kami nikmati bersama. Seperti yang telah kami lakukan baru-baru ini, kami baru saja membeli televisi 32” untuk ditempatkan di ruangan Teknik sebagai hiburan kami, para staff Teknik. ^_^

Dengan adanya kas teknik ini, kami merasa jadi lebih mandiri, ga perlu minta-minta ke kantor untuk urusan seperti televisi tersebut di atas, dan lain sebagainya. Yaiiyy.. Hidup staff Teknik!!! (tiba-tiba jadi merasa ‘sedikit’ bangga :p)

Sekarang, saldo kas kami masih cukup banyak (walaupun ga banyak-banyak amat, hehehe), oleh karena itu muncul di pikiran kami untuk lebih mengelola uang tersebut daripada uang tersebut ‘diam’ di rekening bank. Dan dari hasil diskusi, diambillah keputusan bahwa kami akan mengembangkan uang tersebut dalam bentuk usaha. Usaha apa?? Yaitu usaha jual beli alat elektronik dan kebutuhan pokok. Saya sebagai pemegang uang kas teknik pun, di daulat untuk mengelola usaha tersebut. Huaa.. Bahkan sudah diputuskan nama dari usaha tersebut, yaitu Cipta Teknik Sejahtera, wkwkwk jayus banget ya?

Naa, yang namanya usaha, apalagi usaha 'pembiayaan', tentu memiliki syarat dan ketentuan, maka kamipun mencoba membuat syarat dan ketentuan tersebut, agar usaha ini berjalan tertib dan tentu saja diharapkan bisa terus kontinu.

Syarat-syarat tersebut adalah:
1. Pembelian barang yang dapat di biayai adalah barang kebutuhan pokok atau barang-barang elektronik yang bernilai maksimal Rp. 2.000.000,-
2. Pengurus membatasi nilai maksimal pembayaran pembelian barang pada setiap periodenya sebesar Rp. 8.000.000,-
3. Barang yang akan dibeli akan diadakan oleh Pengurus dengan spesifikasi yang diminta serta harga yang ditentukan (selama tidak melebihi nilai pinjaman maksimal)
4. Peminjam bersedia melakukan perjanjian dengan pihak pembiayaan mengenai sistem pembayaran
5. Untuk pembelian barang-barang elektronik, garansi di luar tanggung jawab Pengurus
6. Jenis-jenis barang elektronik yang dapat dibiayai adalah televisi, mesin cuci, rice cooker, dispenser, DVD/VCD player, setrikaan, blender, dan keperluan barang rumah tangga lainnya.
7. Pembiayaan diutamakan untuk tenaga kerja OS dan Pegawai bag. Teknik.

Ketentuan sistem pembayaran:
1. Pembayaran dilakukan secara berkala/dicicil dengan jumlah cicilan dan lamanya ditentukan oleh pihak pembiayaan
2. Cicilan dibayarkan maksimal setiap 1 bulan (dipotong dari Gaji ataupun dari sumber lain (uang dinas, dsb))
3. Cicilan harus dibayar paling lambat 5 hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran
4. Harga barang sudah termasuk biaya keuntungan (bagi hasil)
5. Pembayaran TIDAK DIPERBOLEHKAN NUNGGAK!!!

Tabel Nilai Cicilan dan Waktu Cicilan
*Keterangan: Nilai barang sudah termasuk nilai keuntungan dari harga barang yang dibeli

Nampaknya usaha ini semakin mantab untuk mulai dijalankan. Tapi jujur saja muncul ketakutan di dalam hati saya. Saya takut kalau usaha ini haram di mata agama saya yang ujung-ujungnya jadi dosa buat saya. Soalnya ada faktor harga barang yang dilebihkan pada proses menyicil atau kredit tersebut. Saya takut kalau hal tersebut menjadi riba yang jelas-jelas haram dalam hukum Islam. Untuk itu sayapun searching di internet dan alhamdulillah ternyata hal tersebut bukan riba.

Berikut yang bisa saya kutip:

Jual beli secara kredit adalah salah satu bentuk transaksi yang dibenarkan dalam Islam. Sering juga disebut dengan istilah “Bai‘ bittaqsid & rquo; atau jual beli secara angsuran. Rasulullah SAW dahulu membenarkan transaksi seperti ini dan tidak menganggapnya riba. Membedakan harga suatu barang bila dibayar tunai dengan dibayar secara berangsur-angsur pun dibolehkan. Yang penting syarat utama dalam transaksi jual beli sistem kredit adalah kesepakatan harga sejak awal dan masa pembayaran. Bila barang ini disepakati harganya adalah 1 juta dengan cara dicicil selama 1 tahun, maka kesepakatan itu harus dilaksanakan oleh keduabelah pihak. Kalaupun ada perubahan, harus disepakati oleh kedua belah pihak secara ‘an taradhin (saling rela). Karena bila suatu akad sudah disepakati sekian harganya, lantas tiba-tiba si pembeli ingin melunasinya secara tunai, jelas akan merugikan penjualnya. Paling tidak dari sisi prediksi keuntungan yang didapatnya.

Sebagai contoh, si penjual menawarkan barang dengan dua pilihan. Bila dibayar tunai maka harganya Rp. 800.000,- dan bila dibayar kredit selama 6 bulan menjadi Rp 1.000.000,-. Lalu terjadi kesepakatan di awal antara penjual dan pembeli bahwa transaksi dilakukan dengan cara kredit selama 6 bulan dengan harga Rp. 1.000.000,-. Maka pembeli tidak boleh merubah secara sepihak di tengah jalan bahwa dia mau membayar tunai seharga Rp. 800.000,-. Karena melanggar kesepakatan di awal. Tapi bila penjual rela menerima hal itu, maka tidak apa-apa.

Sumber: syariahonline.com

Sayapun jadi lebih mantab dari sebelumnya dalam menjalankan usaha ini. Itung-itung belajar usaha jadi taci (sebutan di daerah kami untuk orang cina yang biasanya jadi pedagang sukses :D), siapa tau karena pengalaman pernah mengelola usaha seperti ini saya bisa jadi pengusaha (besar) nantinya. Amin :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar